OK2BK vs Pengkaderan

Pengkaderan di ITS selama ini dipandang sebagai pengkaderan yang sedikit berbeda dibeberapa kalangan. Kebanyakan dari universitas maupun institut mengadakan pengkaderan dengan ‘mendandani’ mahasiswa barunya dengan kostum dan aksesoris yang tidak lazim. Lain halnya dengan pengkaderan yang ada di ITS yang lebih suka mendandani mental mahasiswa barunya agar siap menghadapi kehidupan kampus.

Namun tujuan mulia ini banyak menuai kecaman dari berbagai pihak. Saat ini kegiatan pengkaderan diganti dengan kegiatan OK2BK (Orientasi Keprofesian dan Kompetensi Berbasis Kurikulum). Pada kegiatan ini, mahasiswa baru dalam waktu satu minggu diberikan rangkaian proses orientasi dan pengenalan kampus. Didalamnya mahasiswa baru diberi materi berupa seminar, bakti kampus, senam pagi dan lain-lain.
OK2BK cukup ditentang oleh generasi mahasiswa lama. Penentang tersebut bukan berarti bahwa para mahasiswa lama ini ingin melegalkan keinginan untuk balas dendam. Namun pengkaderan yang sebenarnya diciptakan untuk mempercepat proses adaptasi mahasiswa baru dengan lingkungan kampusnya. Memang metode yang digunakan relatif lebih keras namun tetap mematuhi norma-norma yang berlaku. Jikapun terdapat tugas yang diberikan, semata-mata merupakan adopsi dari kegiatan yang dilakukan dilingkungan sosial, sebagai contoh adalah menjadi panitia dalam sebuah event yang dibuat oleh civitas akademik maupun mahasiswa baru itu sendiri.
Sebenarnya pengkaderan sendiri memang memiliki sisi positif dan negatif. Dari segi positif, proses ini mampu mempercepat proses dalam mengenal lingkungan sekitarnya. Ini merupakan fakta yang tidak dapat dipungkiri dimana saat mahasiswa baru diberi wadah agar sering datang ke kampusnya diluar jam kuliah. Hal ini membuat mereka dapat bertemu dengan temannya maupun seniornya, lama-kelamaan mereka akan mengenal lingkungannya.
Selain mengenal lingkungan, dengan proses pengkaderan ini mahasiswa baru juga diperkenalkan pada kegiatan organisasi dan diajak untuk berpartisipasi di-event yang ada di kampus. Hal ini membuat mahasiswa baru mampu membaur dan tidak dianggap sebagai ‘orang asing’ di wilayah kampusnya sendiri. Tujuannya supaya kelak mereka dapat membuat sebuah program yang berkualitas bagi masyarakat dan lebih baik sebagai bentuk Tri Dharma Mahasiswa. Hal seperti ini akan sulit terserap jika hanya disampaikan dengan metode seminar saja. Serta hal ini lebih bermanfaat dibanding dengan proses dengan proses orientasi lain yang relatif lebih menghabiskan waktu dan uang untuk berdandan tidak lazim dan membuat yel-yel
Seperti yang disebutkan sebelumnya, metoda pengkaderan seperti ini juga memiliki sisi negatif. Dari suatu sumber pemberitaan, bapak Pujo, seorang dosen ITS, menyatakan bahwa pengkaderan dengan metode seperti ini pernah membuat seorang mahasiswa ITS angkatan 2012 mengalami depresi dan hampir melakukan bunuh diri dengan cara melompat dari lantai 3 gedung asrama. Menurut pak Pujo, hal ini terjadi karena pengkaderan telah membuat nilai akademik mahasiswa tersebut buruk. Secara psikologis, setiap orang memiliki tingkatan emosi dan bentuk pendekatan yang berbeda-beda. Ada yang dapat menerima kondisi lingkungan yang penuh tekanan, ada pula yang tidak mampu menghadapi kondisi lingkungan yang seperti ini. Bagi yang tidak mampu bisa jadi hal ini membuat sesorang frustasi dan depresi. Namun tidak seharusnya kondisi tersebut menjadi alasan dilarangnyapengkaderan dengan metode ini, karena setiap orang yang merasa tidak cocok dengan lingkungannya, seharusnya berusaha beradaptasi dengan lingkungannya bukan lari dari hal tersebut.
Ada pula yang menyebutkan bahwa pengkaderan dengan metodo ini membuat mahasiswa menjadi malas kuliah. Hal ini disebabkan mahasiswa baru yang terlalu lelah menghadapi pengkaderan. Bahkan beberapa dosen TPB menyatakan bahwa banyak mahasiswa yang tertidur saat perkuliahan berlangsung, tidak mengerjakan tugas dengan baik, bahkan terdapat pula yang mengerjakan tugas pengkaderan didalam kuliah yang sedang berlangsung. Meskipun mahasiswa lama turut andil dalam kesalahan ini, namun bukan berarti pengkaderan itu memaksa dan menjatuhkan mahasiswa baru di bidang akademik. Dalam kegiatan pengkaderan, mahasiswa baru tetap dianjurkan untuk memprioritaskan kegiatan perkuliahan. Bahkan beberapa Organisasi Mahasiswa memberikan bantuan berupa sarana belajar untuk mahasiswa baru terutama saat mendekati ETS dan EAS. Sebaliknya, mahasiswa baru hendaknya cerdas dan bijak dalam membagi waktu. Jika mahasiswa baru tidak dapat menghadiri kegiatan pengkaderan maka masih mungkin untuk meminta izin.
Semuannya akan mencapai tujuan yang baik jika mampu berperan aktif dalam porsi dan waktu yang tepat. Sangat salah jika hal ini membuat proses pengkaderan yang terkenal mampu memperkuat mental dan mempererat persaudaraan harus dilarang. Seharusnya pihak birokrasi maupun mahasiswa pengkader saling bantu dala menyempurnakan proses ini dan tidak saling berseteru atau bahkan membuat keputusan yang sepihak. Sangatlah berdosa bagi seluruh pihak jika sampai ada mahasiswa yang frustasi akibat proses pengkaderan. Namun juga sama berdosanya jika mahasiswa baru tidak mampu beradaptasi di lingkungannya dan tidak mengenal jati dirinya sendiri. (pi/rsdv)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *