Kepahlawanan Era-1945 dan Era-Modern

Setiap tanggal 10 November kita bersama-sama memperingati Hari Pahlawan. Sebuah hari bersejarah yang kelak bisa mengubah nasib bangsa Indonesia. Bermula ketika bendera Belanda berkibar di hotel Yamato saat bangsa Indonesia mengeluarkan wacana pengibaran bendera Merah-Putih di seluruh wilayah Indonesia, hingga terbunuhnya jendral Inggris AWS Mallaby. Sepuluh november adalah puncak dari rentetan bentuk perlawanan masyarakat Indonesia terhadap kolonialisme.

Di mata masyarakat modern, pahlawan tidak hanya diartikan sebagai seseorang yang ikut berperan memerdekakan bangsa Indonesia. Pahlawan kini lebih sering diartikan sebagai orang yang telah berjasa bagi seseorang atau suatu hal. Seebagaimana dalam KBBI, kata “kepahlawanan” merujuk pada sifat-sifat pahlawan seperti keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban, dan kekesatriaan.

Rasanya tidak adil memang, jika kepahlawanan era-1945 dibanding-bandingkan dengan kepahlawanan di era modern saat ini. Di era-1945, kondisi bangsa Indonesia yang berada dibawah kolonialisme asing mendorong semangat keberanian dan kerelaan berkorban. Sementara saat ini, kondisi nyaman yang telah terbentuk mendorong bangsa Indonesia untuk mencapai kenyamanan pribadinya masing-masing.

Kondisi yang sudah “cukup nyaman” bagi sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini seolah-olah menutup kenyataan bahwa ada sebagian masyarakat yang masih berjuang melawan berbagai keterpurukan. Berdasarkan hasil penelitian terakhir dari Organisasi Pangan Dunia (FAO), diperkirakan sebanyak 19,4 juta penduduk Indonesia masih mengalami kelaparan. Kasus kelaparan ini terjadi sebagian besar di wilayah timur seperti Papua, NTT dan Maluku dengan penyebab utama karena kemiskinan.

Berbicara tentang kesejahteraan juga mengingatkan saya kepada Rapat Umum PBB beberapa waktu lalu. Dimana ada enam negara yang “menggugat” pelanggaran HAM di Papua Barat. Hal tersebut jelas merupakan tamparan keras bagi bangsa yang punya dasar Pancasila dan semboyan “Bhineka Tunggal Ika” macam Indonesia.

Kemiskinan dan kelaparan masih saja tersisa ditengah kehidupan saudara sebangsanya yang glamour. Padahal di zaman modern ini, informasi mengenai saudara sebangsa yang masih berjuang melawan keterpurukan beredar begitu luas, berbagai situs crowdfunding banyak bermunculan dan begitu massive mengembor-gemborkan penggalangan dana, berbagai macam situs sosial dengan berbagai bantuan yang ditawarkan juga bertebaran. Namun kenyataannya kesejahteraan pangan saja belum ada di seluruh pelosok nusantara.

Yah… begitulah kondisi bangsa kita saat ini, mungkin ini indikasi bahwasanya perjuangan yang kita lakukan harus lebih dari sekedar men-share/like postingan perjuangan, lebih dari sekedar menggalang dana, atau sekedar menandatangani petisi online.

Imam Muhsin Natsir

Mahasiswa Teknik Mesin 2014

 

Referensi:

http://kbbi.web.id/

http://omediapc.com/sejarah-hari-pahlawan-10-november-1945-terjadi-di-surabaya/

http://www.voaindonesia.com/a/pemelitian-fao-sembilan-belas-koma-empat-juta-penduduk-indonesia-masih-mengalami-kelaparan/2817021.html

http://www.abc.net.au/news/2016-09-26/indonesia-pacific-islands-spar-at-un-over-human-rights-autonomy/7878292

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *