Pro Kontra RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Sudah pernah membaca draft Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS)? Beberapa bulan belakangan ini masyarakat resah dengan penolakan pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) dikarenakan RUU P-KS dianggap melegalkan zina dan LGBT.  Pembahasan mengenai RUU P-KS telah banyak menuai pro dan kontra. Pembelaan datang dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) bahwa RUU P-KS ini dibuat bukan untuk melegalkan zina, melainkan untuk melindungi korban kekerasan seksual. Di kubu lain, pihak yang kontra dengan RUU P-KS ini mengatakan bahwa RUU P-KS ini sama saja dengan melegalkan zina dan LGBT.

Mari kita baca pasal 5 RUU P-KS yang berbunyi “(1)setiap orang dilarang melakukan kekerasan seksual dalam segala bentuknya.(2)bentuk kekerasan seksual sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Pelecehan seksual, b. Kontrol senksual, c.perkosaan, d. Eksploitasi seksual, e. Penyiksaan seksual, dan f. Perlakuan atau penghukuman lain tidak manusiawi yang menjadikan tubuh, seksualitas dan/atau organ reproduksi sebagai sasaran. (3) setiap tindakan persetujuan diam-diam atau pembiaran yang dilakukan oleh lembaga negara korporasi, dan lembaga masyarakat, yang berakibat terjadinya kekerasan seksual sebagaimana dimaksud ayat (2) merupakan tindakan pidana kelalaian. Perlakuan atau penghukuman lain tidak manusiawi yang menjadikan tubuh dan seksualitas atau organ reproduksi sebagai sasaran dan/atau merendahkan martabat kemanusiaan”, pada pasal 5 terdapat frasa “kontrol seksual” pada ayat 2 point B yang diartikan banyak orang merujuk pada LGBT. Disisi lain, pada pasal 7 yang berbunyi “(1) tindak pidana kontrol seksual sebagaimana pasal 2 ayat (2) huruf b adalah tindakan yang dilakukan dengan paksaan,ancaman kekerasan,atau tanpa kesepakatan dengan tujuan melakukan pembatasan, pengurangan, penghilangan dan atau pengambilalihan hal mengambil keputusan yang terbaik atas diri, tubuh dan seksualitas seseorang agar melakukan atau berbuat atau tidak berbuat. (2) kontol seksual sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi: a. Pemaksaan menggunakan atau tidak menggunakan busana tertentu;b. Pemaksaan kehamilan; c. Pemaksaan aborsi; d. Pemaksaan sterilisasi dan e. Pemaksaan perkawinan”.Dapat kita lihat pasal 7 menjelaskan dan menegaskan lagi bahwa kontrol seksual pada ayat 2 point B dimaksudkan pada pemaksaan menggunakan busana tertentu, pemaksaan kehamilan, pemaksaan aborsi, pemaksaan sterilisasi dan pemaksaan perkawinan.

Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan RUU P-KS diatas adalah RUU P-KS sama sekali tidak membahas tentang LGBT atau pun zina, namun hanya membahas tentang korban kekerasan seksual. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan hanya untuk menjaga hak-hak perempuan dan anak. Dari sudut pandang saya, hal ini tidak dapat diartikan sebagai bentuk persetujuan terhadap zina atas dasar suka sama suka. Karena zina sendiri bukan hal yang dibenarkan dalam norma agama. Saya rasa masyarakat Indonesia sendiri juga sudah tahu dan paham bahwa seks bebas bukanlah suatu hal yang baik. Terlebih ketika dikaitkan dengan masalah kesehatan seperti menularnya HIV AIDS dan penyakit kelamin lainnya. Tulisan diatas merupakan pendapat yang belum tentu kebenarannya mohon bijak dalam menanggapi.

(FRN/…)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *