Mekar Melati di Ladang Perang

Kita baru saja merayakan pesta demokrasi pada Pemilihan Umum (Pemilu) serentak di tanggal 17 April yang lalu. Proses pelaksanaan Pemilu 2019 telah dimulai sejak Agustus 2017 untuk tahap persiapan. Setelah melewati tahap pemberian suara atau pencoblosan, saat ini Pemilu serentak 2019 sedang berada di tahap penghitungan suara. Berkaitan dengan Hari Kartini yang kita peringati minggu lalu, partisipasi perempuan dalam Pemilu 2019 mencerminkan kemajuan emansipasi perempuan di bidang politik sebagaimana yang telah dicita-citakan oleh Kartini pada zamannya.

 

Kehadiran perempuan di ranah politik praktis yang dibuktikan dengan keterwakilan perempuan di parlemen menjadi salah satu syarat bagi terwujudnya pengambilan kebijakan publik yang ramah dan sensitif terhadap kepentingan perempuan. Tanpa keterwakilan perempuan di parlemen dalam jumlah yang memadai, kecenderungan untuk menempatkan kepentingan laki-laki sebagai pusat dalam pengambilan kebijakan akan semakin langgeng.

 

Rendahnya keterwakilan perempuan di ranah politik dapat disebabkan oleh masih mengakarnya paham patriarki di sebagian besar masyarakat Indonesia. Pola pikir patriarki cenderung menempatkan perempuan di bawah kekuasaan laki-laki dan memposisikan perempuan sebagai pihak yang tidak memiliki otonomi atau kemandirian di semua bidang, termasuk politik. Praktik politik patriarkis cenderung ditanggapi secara permisif, karena patriarkisme sudah dianggap sebagai budaya dan diwariskan secara turun-temurun. Bahkan perempuan yang nyaris selalu menjadi korban dari patriarkisme pun sering kali hanya menerimanya sebagai kodrat. Paham patriarki kian mendapat pembenarannya ketika penafsiran ajaran agama dalam banyak hal lebih berpihak kepada kepentingan laki-laki. Gabungan antara tradisi-budaya dan penafsiran agama inilah yang semakin melanggengkam patriarkisme di hampir seluruh ranah kehidupan masyarakat Indonesia, termasuk ranah politik.

 

Institusi politik pun pada umumnya tidak benar-benar memiliki komitmen penuh pada pemberdayaan perempuan. Misalnya, dalam hal pengajuan bakal calon legislatif perempuan oleh sebuah partai politik (parpol), kerap kali hanya dilakukan demi memenuhi persyaratan Pemilu. Dalam hal rekrutmen anggota dan kaderisasi pun perempuan masih menjadi pilihan kedua bagi parpol. Pada umumnya, parpol masih kurang yakin perempuan mampu menjadi vote getter dan menaikkan elektabilitas parpol. Asumsi ini berkaitan dengan anggapan bahwa perempuan memiki keterbatasan baik secara finansial maupun sosial. Rantai pembatasan peran yang terus berulang inilah yang menjadikan perempuan cenderung tidak memiliki kemandirian politik baik dalam panggung politik nasional maupun daerah. Alhasil, partisipasi politik perempuan pun cenderung rendah.

 

Rendahnya partisipasi politik perempuan juga dilatari oleh adanya persepsi bahwa politik adalah ruang publik yang tabu bagi perempuan. Politik juga kerap diidentikkan dengan kemandirian, kebebasan berpendapat dan sifat agresif yang umumnya lekat dengan citra maskulinitas. Lebih dari itu, perempuan desa pada umumnya juga belum sepenuhnya memahami pentingnya Pemilu sebagai salah satu sarana untuk membangun masa depan Indonesia yang adil, sejahtera, dan demokratis. Kesetaraan gender dalam praktik politik dapat dilihat dari kesempatan perempuan dalam mendorong kepentingan perempuan. Oleh karena jumlah perempuan di parlemen yang masih sangat terbatas, maka kemampuan untuk menyuarakan kepentingan perempuan pun menjadi terbatas. Artinya, keterwakilan perempuan yang dinyatakan dengan kebijakan kuota menjadi penentu bagi terpenuhinya representasi perempuan.

 

Perempuan-perempuan Indonesia memiliki andil yang besar untuk menciptakan generasi penerus bangsa yang berkualitas dan berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan bangsa. Maka dari itu, dari seluruh tahapan Pemilu 2019 yang telah berlangsung, perempuan memiliki peran penting dalam mewujudkan kehidupan politik yang mencerminkan kesetaraan dan keadilan gender. Maka, diperlukan sebuah gerakan yang membangkitkan kesadaran publik akan pentingnya praktik politik berbasis keadilan gender. Bagaimana pendapat kalian, seberapa pentingkah keterwakilan perempuan dalam pelaksanaan Pemilu di Indonesia? (rpn/kdn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *