KAMPUS MERDEKA, SEMUDAH ITU?

Surabaya – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Republik Indonesia, Nadiem Makarim, kembali meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar yang kali ini ditujukan bagi pendidikan tinggi bertajuk Kampus Merdeka. Peluncuran program Kampus Merdeka ini disampaikan oleh Nadiem di Gedung D kantor Kemendikbud, Jakarta, Jumat (24/1/2020).

Program Kampus Merdeka mengusung empat kebijakan di lingkup perguruan tinggi, yaitu sistem akreditasi perguruan tinggi, hak belajar tiga semester di luar prodi, pembukaan prodi baru, dan kemudahan perguruan tinggi untuk menjadi Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTN-BH).

Menanggapi peluncuran program ini, tim DIMENSI ITS telah melakukan wawancara dengan Kepala Departemen Teknik Mesin FTIRS ITS, Dr.Ir.Atok Setiawan, MEng.Sc., pada Rabu (9/7/2020). Beliau mengatakkan bahwa sampai saat ini Departemen Teknik Mesin FTIRS ITS belum sepenuhnya menerapkan program Kampus Merdeka yang dicanangkan oleh Nadiem. “Saya rasa semua perguruan tinggi belum siap untuk menjalankan ini secara penuh terutama yang teknik mesin”, ujarnya.

Berlangsungnya wawancara dengan narasumber Kepala Departemen Teknik Mesin FTIRS ITS, Dr.Ir.Atok Setiawan, MEng.Sc.

Beliau berpendapat, sangat sulit untuk mengimplementasikan kiat-kiat dari program Kampus Merdeka, khususnya hak mahasiswa untuk belajar 3 semester di luar prodi, dimana 2 semester dapat digunakan untuk magang ataupun pertukaran pelajar ke perguruan tinggi yang lain, dan 1 semester dapat digunakan untuk belajar di prodi yang berbeda pada perguruan tinggi yang sama. Menurutnya, ide Menteri Nadiem ini tidaklah semudah kelihatannya untuk diterapkan di Teknik Mesin FTIRS ITS karena pada program-program magang sebelumnya, mahasiswa juga sudah dapat melakukan magang sesuai dengan pilihan prodinya dan juga dengan persetujuan dosen pengampu. Namun, transfer sks yang diberikan untuk program magang ini biasanya hanya sebanyak 3 sks, maksimal pun hanya 6 sampai 9 sks saja. Ini dikarenakan magang di perusahaan tertentu tidak dapat menutupi semua sks yang harus mahasiswa tersebut tempuh. Sangat sulit untuk mengkonversikan sks mana saja yang dapat ditransfer untuk magang di suatu perusahaan yang belum tentu mempunyai semua pekerjaan yang dapat menutupi sks mahasiswa tersebut selama ia melaksanakan magang. Banyak juga pembelajaran teoritis yang sksnya tidak dapat digantikan saat magang dan hanya bisa ditempuh dengan melakukan pembelajaran tatap muka di kampus.

Beliau juga menegaskan bahwa untuk menjalankan program Kampus Merdeka, harus ada persetujuan antara perguruan tinggi dengan tempat magang bersangkutan untuk menentukan apakah tempat magang tersebut memiliki pekerjaan magang yang sesuai dengan program studi mahasiswa magangnya atau tidak. Oleh karena itu, beliau pun berusaha untuk menjalin kerjasama dengan berbagai perusahaan di Indonesia untuk dapat menentukan tempat magang yang sesuai untuk mahasiswa Teknik Mesin FTIRS ITS. Ia juga akan membentuk sebuah tim yang berisikan dosen-dosen Teknik Mesin FTIRS ITS untuk menentukan mata kuliah apa saja yang dapat dikonversikan dengan magang di perusahaan yang nantinya dapat bekerjasama dengan Teknik Mesin FTIRS ITS. Namun lagi-lagi, beliau pun sangat pesimis dengan pengonversian 18 sks selama satu semester dengan magang selama 6 bulan. Alasannya sama, yaitu keterbatasan pekerjaan magang di perusahaan tersebut dan adanya mata kuliah teoritis yang harus dilaksanakan dengan tatap muka di kampus.

Lain hal dengan pertukaran pelajar di kampus lain selama 2 semester dan pengambilan prodi yang berbeda di kampus yang sama selama 1 semester. Beliau mengatakan bahwa dua hal ini akan lebih gampang untuk dilakukan dibandingkan dengan magang, tetapi juga banyak sekali hal yang perlu dipersiapkan dan dipertimbangkan sebelum menerapkannya. Untuk pertukaran pelajar, sudah banyak mahasiswa Teknik Mesin FTIRS ITS yang melakukan kegiatan ini dengan perguruan tinggi di luar negeri. Ini dikarenakan ITS Global Engagement telah memfasilitasi mahasiswa ITS dengan program Student Exchange dan departemen hanya bertugas untuk mendata dan mentransfer sks yang akan ditempuh mahasiswanya. Tetapi untuk pertukaran pelajar ke PTN lain di Indonesia, beliau mengaku lebih sulit untuk menerapkannya karena belum pernah dilakukan sebelumnya dan butuh terlebih dahulu bekerjasama dengan prodi dari Perguruan Tinggi lain. Dan untuk pengambilan prodi berbeda di kampus yang sama, beliau juga merasa masih butuh banyak pertimbangan dan persiapan sebelum dapat memulai program antar prodi di ITS ini.

Beliau pun mempunyai pandangan tersendiri mengenai Menteri Nadiem. Ia menilai Nadiem masih sangat muda dan barulah lulusan S2 saja sehingga belum terlalu memahami permasalahan pendidikan di Indonesia. “Untuk program ini saya pribadi 30% setuju dan 70% tidak setuju”, ujarnya. “Mas Nadiem baru lulus S2, jadi dia belum begitu mengerti mengenai permasalahan pendidikan di Indonesia. Ketika sudah S3, maka pemikiran seseorang akan dapat menjadi lebih terbuka dan dapat menjadi lebih kritis dalam berpikir”.

Disamping itu semua, beliau pun berharap supaya pihak Kemendikbud dapat terus memperbaiki program-program yang dicanangkannya agar tidak memberatkan perguruan tinggi dan mahasiswanya. Ia juga berharap dengan adanya hak belajar selama tiga semester di luar prodi, mahasiswa dapat mengambil maksud positifnya sehingga mereka dapat mengembangkan segala kemampuan dan potensi yang dimilikinya agar para mahasiswa dapat memperoleh masa depan dan pengalaman yang baik dan berharga.

 

Penulis: Gede Gosali Sunu Ghosa

Editor : Daniel Michael dan Reza Farras

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *